Pernahkah kita berpikir, bahwa kita sering tidak memberi kesempatan pada orang lain untuk berbuat baik atau menjerumuskan dirinya sendiri?
Hmmm...
contoh, tidak memberi kesempatan menghargai diri sendiri.
Ketika kita bertemu dengan seorang pengemis yang dari fisik, seharusnya dia ga layak jadi seorang pengemis (saja). Dia masih bisa melakukan pekerjaan lain. Tapi kita tetap memberinya, karena kita menganggapnya sebagai seorang pengemis. Tidakkah kita berpikir, kalo itu artinya, kita menghilangkan kesempatan orang tersebut untuk lebih bisa menghargai dirinya. Kita mengiyakan saja saat dia menghargai dirinya sebatas ’pengemis’, padahal dia bisa jadi lebih dari itu. Jauh lebih berkembang jika dia tidak terlalu mengasihi diri sendiri, dan kita ga memberi kesempatan dia untuk jadi pengemis...
Mungkin.. dy berpikir... aahhh..enak deh jadi pengemis. Gini aja saya sudah bisa makan, bisa hidup. Orang2 masih menyisihkan sebagian uangnya buat saya, selama saya bisa memanfaatkan kesempatan itu.
Coba kalo kesempatan itu kita hilangkan. Dengan menyetop alasan2 berperikemanusiaan. Bukan berarti kita orang yang ga punya hati. Karna kita bisa menghargainya lebih dari itu. Karna kita bisa mendidiknya untuk tidak bermental cengeng dan pasrah. Karena, tentu saja, berani hidup, berani berjuang...
mengemis, jelas bukan pilihan akhir dari usaha untuk terus bertahan...
kita mungkin bukan miliader yang bisa memberikan modal usaha padanya. Kita juga bukan seorang penggiat dinas dan panti sosial yang bisa memberinya motivasi atau arahan. Kita tentu saja bukan seorang da’i atau tokoh agama yang bisa mengajarkannya cara menghargai diri dengan pekerjaan yang lebih baik dari sudut pandang agama. Bukan pula seorang Donald Trumph yang mengadakan acara untuk menjaring calon pekerja yang bermental baja. Tapi kita adalah seorang yang saling menghargai orang lain. Kita bisa memberi penolakan yang sopan pada mereka yang mungkin masih belum mengerti ada banyak cara lain yang bisa diusahakan. Kita memberi kesempatan mereka untuk berusaha lebih baik lagi daripada sekedar menjadi pengemis, dihargai orang lain sebagai seseorang yang berjuang untuk hidupnya sendiri. Kita bisa menghilangkan kesempatan baginya untuk ”bergantung”dan mulai turun dalam medan perjuangan hidup.
Contoh kedua,
Pernahkah kita berpikir untuk memberi senyum dan salam pada orang yang kita kenal, atau pada orang sering kita lihat, sering bertemu dengan kita dijalan yang biasa kita lalui meski sebatas dua - tiga detik?
Padahal dengan senyum dan salam, kita juga melaksanakan ibadah yaitu menjalin silaturahmi. Ketika kita tidak melakukan hal tersebut, kita memberi kesempatan pada orang lain untuk berpikir jelek tentang kita. Akibat lebih jauh mungkin, dia mulai membicarakan kediaman kita dengan orang2 yang lain... hmmm.. istilahnya, bergunjing. Artinya, secara tidak langsung kita menyebabkan dia mengunduh dosa :D
Coba jika anda selalu berusaha untuk memberi salam, menyapa, atau paling tidak tersenyum pada orang lain. Akan ada kesempatan bagi orang luar untuk mengenal kita lebih baik. Akan ada niatan untuk saling menjaga silaturahmi. Akan ada perlindungan2 tidak terduga bagi kita ketika suatu saat kita tertimpa musibah atau hal2 lain saat kita jauh dari sanak saudara. Dan percayalah, jauh lebih banyak keuntungan yang bisa kita ambil bila menjaga silaturahmi daripada kerugiannya. Misal, ketika kita sudah berusaha tersenyum, menyapa, atau salam pada orang lain, tapi ga dihiraukan. Coba ubah pola pikir kita, jangan jadikan itu sebagai sebuah kerugian. At least, kita sudah berusaha untuk memulai suatu kebaikan. Terlepas dari dihargai atau diresponnya tindakan kita, itu tergantung mereka masing2. banyak faktor yang mempengaruhi respon mereka... negatif atau positif. Dan menurut saya, ga ada batasan ketika kita berniat melakukan kebaikan, memulai, atau merespon. Memulai, jelas lebih berat daripada merespon. Tapi setau saya, memulai bernilai hukum sunnah. Sunnah yang sangat dianjurkan. Sedangkan merespon bernilai hukum wajib... wajib hukumnya untuk menjawab salam sesama saudara (sepanjang yang saya tau dan berusaha untuk amalkan, mohon revisi kalo salah).
So... sampai sekarang, saya belum menemukan sisi negatif dari semangat 3S. Sapa senyum dan salam.
Contoh ketiga,
Pernahkah kita memikirkan kesempatan yang hilang ketika kita melakukan penolakan dengan kasar?
Menerima atau menolak jelas menjadi hak kita. Ga ada seorangpun yang bisa memaksa kita untuk melakukan hal tersebut. Tapi selayaknya kita memberi kesempatan pada orang lain untuk berbuat baik, dengan melakukan penolakan yang sopan. Orang lain akan lebih melihat sisi positif kita, dan bisa jadi dia terinspirasi dari tindakan kita, ketika kita bisa melakukan penolakan dengan dasar dan fakta yang jelas.
Misal, kita diminta untuk menjaga anjing seorang tetangga yang akan bepergian jauh. Jawaban untuk seorang muslim jelas tidak. Jelas sebuah penolakan, dengan dasar2 hukum agama yang pasti. Namun ada baiknya untuk kita tidak terlalu mengedepankan permasalahan agama. Bisa jadi, tetangga anda bukan seorang yang mengerti tentang agama anda. Bisa jadi juga, dia tidak mempunyai pilihan lain selain meminta pertolongan anda. Dan menurut saya, agama masih menjadi dasar yang sensitif di negara ini, butuh pemaparan yang bijaksana dan arif dalam menyampaikan. Anda bisa kemukakan bahwa anda bukanlah seorang penjaga anjing yang baik. Anda tidak mengerti cara2 merawatnya, memberi makan atau hal2 lain yang berhubungan dengan anjing. Dikhawatirkan, hal itu malah akan membahayakan anjing tersebut. Atau melukai kita dan anjing tersebut. Berikan opsi2 lain pada sang tetangga. Mungkin dia bisa memilih jasa penitipan hewan. Sampaikan semua dengan jelas dan sopan, disertai rasa penyesalan karena tidak bisa membantu orang tersebut. Saya yakin, tetangga anda akan bisa menerima penolakan tersebut dengan lapang, dan berpikir, anda adalah tetangga yang baik, yang bisa diandalkan, yang mengerti dan memahami permasalahan sebagai makhluk sosial. Andaikan sebaliknya, dia tidak bisa menerima penolakan ini, atau menganggapnya sebagai niatan buruk dari anda, itu adalah pilihan dia. Yang jelas anda sudah memiliki dan memaparkan tindakan yang tegas, bahkan memberi pilihan bantuan.
Well, bertindak baik tak selalu menghasilkan respon positif. Tapi yang terpenting, anda sudah memberi kesempatan pada diri anda untuk berbuat baik, juga kesempatan pada orang lain untuk melakukan hal yang sama pada anda, menolak dengan sopan.
Hmmm..bagaimana kabar anda hari ini? Sudahkah anda memberi kesempatan2 pada orang lain untuk berbuat baik?
*Semua hanya pemikiran saya saja, monggo responipun....